Facebook Twitter Delicious Stumble Upon
22 komentar

Monolog Untuk Ibu

Rasa ini selalu sama untukmu bu, semua tentang cinta dan ketulusan. Hal-hal yang tak akan pernah tampak sederhana untukku, tapi kau tulus dan menganggap semua sesederhana yang kau lihat.

Senja yang merona di ujung barat selalu jadi milik kita, untuk menggenapkan waktu menuju malam. Bukan begitu bu? Seperti itu kau untukku, kau senja untukku. Yang selalu menggenapkan kebahagiaanku. Fajar di ujung timur juga selalu jadi milik kita kan bu? Untuk menerbitkan sinar setelah gelap. Selalu itu yang kau bilang padaku, bahwa selalu ada harapan untuk apapun dalam hidup ini. Kau yang menerbitkan sinar ketika duniaku gelap.

Fajar itu selalu terasa hangat, seperti secangkir kopi di pagi hari, kau ingat itu bu? Kita selalu menikmatinya dengan tawa, menyesap kopi itu hingga tetes terakhir. Mengapa demikian bu? Mengapa semua hal terasa indah ketika bersamamu? Kau tahu bu, bahwa aku lebih suka duduk di sampingmu dan bercerita tentang apapun. Bagiku, hal ini berkali-kali lipat lebih menenangkan daripada alunan musik instrument favoritku.

Sudah kusangka dari dulu, bahwa kau bukan wanita biasa. Lihatlah aku bu, aku yang setiap hari selalu bersamamu, sampai detik ini masih saja mengagumimu. Berapa kata yang akan kugunakan untuk mengungkap semua rasa kagumku padamu? Seribu? Satu juta? Itu semua tak akan cukup.

Ketika air mata hadir di wajahku, kau yang menghapusnya dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja, bahwa aku tidak lemah. Ketika mereka meragukanku bahkan ketika aku meragukan diriku sendiri, kau menguatkanku dan membuatku berdiri tegak lagi dengan segala cara yang kau mampu, dengan untaian doamu, dengan semangat darimu.

Aku suka mendengar tawamu, mendengar isi hatimu dan mendengar apapun yang ingin kau katakan, tapi satu hal yang tak pernah kudengar darimu, keluh kesah. Ya, keluh kesah itu tak pernah ada seakan hidup ini begitu mudah untukmu. Padahal aku yakin sekali kau pasti memiliki bagian hidup yang tak mudah. Tapi kau selalu menampakkan bahwa semua berjalan baik, tak ingin aku khawatir. Bu, aku ingin kau membagi dukamu padaku, membagi kekhawatiran yang ada di benakmu. Bagilah semuanya denganku bu, bukan hanya sukamu.

Ketika sesuatu terjadi padamu, percayalah bahwa aku adalah orang yang paling khawatir. Ketika hatimu sakit, aku sudah pasti lebih sakit. Bu....kau tahu kan bahwa aku sangat menyayangimu? Sangat....

Nabi Muhammad menyebut namamu 3 kali baru kemudian ayah. Kau pasti sudah tahu makna dari semua itu. Kau pasti tahu bahwa begitu mulianya seorang ibu. Tapi kau belum tahu kan? Bahwa aku juga ingin sekali memuliakanmu. Membuatmu tersenyum bahagia, membuatmu meraih apapun yang ingin kau raih. Semuanya bu, semua....

Bu...aku anakmu, ingin sekali menjadi yang terbaik untukmu. Bu...aku anakmu, ingin sekali menjadi yang kau banggakan. Bu...aku anakmu, ingin sekali menjadi wanita yang tak biasa sepertimu.
0 komentar

Dalam Pejaman Mata

Dalam tepian bait yang kutempuh
Ada jarak antara dua hati
Semenjak aku melangkah, aku merasa
Derap langkah tak akan usai
Jejak kaki tak pernah berhenti

Ketika mata terpejam
Tak ada jarak antara dua hati
Terhapus waktu dalam kabut
Lupakan fana dunia
Saat itu, hanya aku dan kamu
0 komentar

Lelaki Itu

Lelaki itu, kulihat semakin menua
Gurat-gurat halus wajahnya tak bisa kumaknai
Langkah kakinya meragu
Antara berpijak dan terperosok
Matanya mulai merabun
Doaku, semoga aku selalu ada dalam pandangannya
Ingatannya mulai mengabur
Aku berharap, semoga aku bukan salah satu yang menjadi kabur lalu hilang

Lelaki itu, yang doanya tak pernah putus untukku
Yang selalu menjagaku mulai fajar hingga fajar
Yang membantuku menjawab ketika hidup mengajak berteka-teki
Yang membentuk kepompong ini hingga menjadi kupu-kupu
Kuharap dia tahu, aku ingin dia tahu
Dadaku busung menjadi anaknya
Kepalaku tegak terangkat karena dirinya
Aku ingin dia mengerti, aku bangga padanya
Tak pernah habis aku menyayangi dan mencintainya
Lelaki itu, sungguh aku mengaguminya

Lelaki itu, aku menyimpan banyak ingin untuknya
Aku ingin dia ada di beranda rumah ketika pagi
Duduk dan menikmati secangkir teh
Aku ingin dia menghabiskan senja hari di taman
Bermain dengan cucu-cucu kesayangan
Aku ingin dia tertidur pulas, aman
Tanpa risau akan seperti apa harinya esok
Aku selalu ingin mendengar lantunan suaranya
Mengaji di subuh hari meskipun kadang berhenti tertelan kantuk
Aku ingin seperti itu, bukan yang sudah lalu
Ketika dia berpeluh keringat dan berpikir keras demi aku

Lelaki itu, membuatku terduduk menunduk
Menyadarkanku begitu banyak ingin di dada
Tapi bukan berarti tak mungkin
Seperti kata lelaki itu dulu,
‘Hidup itu indah, berjuanglah, maka impianmu bukan sekedar impian’

Lelaki itu, mataku terpaku padanya
Diam-diam melihat tanpa terlihat
Agar dia tak tahu, diriku disergap ketakutan
Kalau-kalau waktu segera menghabisi salah satu dari kami
Aku ingin, semoga dia berkenan menungguku
Ya Allah....berikan waktu padanya untuk menungguku
Menyuguhkan kebahagiaan untuknya
Tunggulah, sekarang aku sedang meracik kebahagiaan itu
Tunggulah, semoga sebentar saja
Sebelum dinding pemisah tak kasat mata itu nyata
0 komentar

Galaaaaaau......

Sebenernya kali ini saya cuma pengen ngebahas satu kata, yaitu GALAU. Akhir-akhir ini penggunaan kata ini sangat merajalela, semacam wabah menurut saya. Setiap kali buka twitter dan facebook, selalu aja ada yang lagi galau. Termasuk saya juga sering menggunakannya, tapi bedanya dengan orang-orang di luaran sana, saya lebih sering menggunakan kata-kata galau untuk becandaan. Padahal biasanya penggunaan GALAU ini lebih mengarah pada perihal percintaan. Kangen akan berefek samping galau, ngejomblo juga bisa menimbulkan kegalauan, ribut sama pacar juga bisa bikin galau. Lah saya? Saya ga tau kenapa saya harus galau? Atau apakah saya harus menggalau-galaukan diri? Kejadian-kejadian di hidup saya yang cukup kacau inipun tak mampu menjadikan saya sebagai WALAU (WAnita gaLAU) *ga banget ya singkatannya*. Kalo kata Pak Mario 'super' Teguh tu yang sering galau anak muda, orang tua ga pernah galau. Ga juga ah, menurut saya orang tua juga ada yang galau, malah mungkin populasinya lebih banyak dari anak muda. Cumaaaa....karena orang tua itu lebih bijak dalam menyikapi kegalauan mereka, jadilah hal itu tersembunyi, ga keliatan. Dan karena anak muda itu lebih expressive dalam mengutarakan perasaan ato isi hati, maka kegalauan mereka jadi bisa diliat oleh mata telanjang...ga perlu pake mikroskop gitu *emangnya bakteri?!?!?*

Nah yang bikin saya heran, galau ini perasaan sedih ato bahagia? Kenapa sampe ada acara di salah satu TV swasta, di acara tersebut ada sesi 'GALAU', dan pasti host-nya bilang gini, 'yang lagi galau, mari bergalau-galau ria'. Whaaat??? Emangnya galau itu ekspresi gembira ya sampe dikasi imbuhan kata 'ria'? Ga ngerti deeeeh.... Kalo menurut saya definisi GALAU itu adalah perasaan yang tidak menentu karena ketidakjelasan akan suatu hal (percintaan misalnya) yang menyebabkan hati menjadi resah dan gelisah *lebay*.

Jadi kata2 galau yang sering terlontar dari mulut saya lebih sering untuk sekedar olok-olok karena penggunaan yang kurang pas. Kek kemaren misalnya pas saya sore-sore minum kopi sambil ditemani gerimis sore hari *kesannya mellow dan romantis ya?!?!?!*, nah si ibu dateng terus nanya tumben sore-sore minum kopi, saya bilang aja kalo lagi galau. Padahal ga loh, saya lupa kalo pagi tu bikin kopi, nah karena ingetnya sore ya udah saya minum aja sore itu. Akibatnya malem itu saya ga bisa tidur dan galau beneran, galau karena ga bisa tidur, sementara yang lain udah pada ngiler. Jadi kesimpulannya adalah penyebab kegalauan saya itu SECANGKIR KOPI. Nah loh!! Ga nyambung kan?!?!?!? Ya emang saya suka ga nyambung, ga tau ada korsleting di mana di otak saya.

Terus kebayang ga kalian kalo generasi muda bangsa Indonesia ini dilanda kegalauan semua, kira2 negara kita jadi kek apa? Kecuali kalo dengan galau bisa meningkatkan produktivitas generasi muda maka perlu diadakan Penggalauan Massal *pinjem istilahnya si poconggg*. Tapi kenyataanya ga begitu kan? Laporan pandangan mata mengatakan, bahwa galau akan menurunkan produktivitas dan konsentrasi *berdasarkan survey di lingkungan saya*. Jadi, apakah kita masih harus bergalau-galau ria? Keputusan ada di tangan kalian. Hehehe....

Udah dulu ya bahasan mengenai GALAU. Kapan-kapan kalo ada lagi sudut pandang baru tentang makna GALAU yang lebih tepat saya bakal ceritain di sini. Buat yang lagi galau, udah deeeh....galau ga ada manfaatnya. Buat yang lagi ga galau, tularkan semangat kalian kepada galauers, biar mereka ga galau lagi.
0 komentar

Pangsit Tahu

Apakah pangsit tahu itu? Ya pangsit sama tahu, masa gitu aja ga tau?!?!?! Hehehe.... Tapi emang beneran loh, pangsit tahu itu ya cuma tahu dibungkus pangsit. Mudah kan? Karena faktor 'mudah' itulah saya tertarik untuk bikin makanan yang berasal dari.....*Dari mana ya? Dari penjual pangsit dan penjual tahu tentunya :D*. Resepnya sih saya dapet dari ibu saya, ibu saya dapet dari temen PKK-nya temen PKK-nya dapet dari....tau deh *emang penting ya?!?!?*

Buat yang kepengen ikutan bikin pangsit tahu, ini saya bagi resepnya.
Bahan:
200 g ayam cincang
100 g tahu, haluskan
1 sdm minyak wijen
Garam, gula pasir dan merica halus sesuai selera
2 siung bawang putih, haluskan
15 lembar kulit pangsit
Minyak goreng

Cara membuat:
  1. Campurkan semua bahan menjadi satu, aduk rata.
  2. Isikan adonan ahu ke dalam kulit pangsit, bisa dikuncir pake benang, tapi bisa juga dilipat seperti martabak.
  3. Goreng sampe warnanya kecoklatan.

Saya coba yang dikuncir/ditali pake benang, tapi ternyata pas mau makan malah repot loh. Pake acara nyari gunting dulu buat motong benang. Biar lebih gampang, mungkin ngiketnya pake daun pisang aja kali ya?

Sebagai penganut paham NO PICT = HOAX, maka saya sertakan foto hasil masakan saya. Sssssst....jangan ketawa yah! Mohon maaf kalo gambarnya agak2 bruwet, soalnya cuma pake kamera handphone.

Tuh masih keliatan benang-benangnya, belom dipotong. Hehehe.... Meskipun secara penampakan masih kurang OK (saya perlu belajar membungkus pake pangsit), tapi secara cita rasa maknyus banget, asin dan gurihnya pas sekali di lidah saya. Yang jelas, bagaimanapun wujud dari pangsit tahu ini, saya tetep seneng karena ini merupakan pencapaian yang luar biasa *lebay*. Selamat mencobaaa.... :-)
1 komentar

Wisudaaaa......

Kata 'wisuda' itu kedengeran special banget buat saya. Gimana ga? Ya karena saya ga mau selamanya jadi mahasiswa. Hehehehe..... Tapi sebenernya bukan itu sih, dari semua sebab-sebab kenapa saya pengen diwisuda, salah satu sebab yang paling kuat adalah saya pengen bikin orang tua saya bahagia. Iya kan? Orang tua mana yang ga seneng kalo anaknya lulus kuliah? Dan akhirnya saya diwisuda tanggal 3 Mei 2011. Perlu perjuangan panjaaaaang sekali untuk bisa menyelesaikan 8 semester ini, saya harus mendaki gunung, menyeberang lautan dan menyusuri lembah. Berat banget kan?
Tapi dari semua acara wisuda ini ada beberapa hal yang saya benci, yang pertama yaitu high heels dan yang kedua adalah make up. Jujur aja, saya ga biasa pake high heels. Jadi sekalinya make langsung linu2 semua kaki saya (norak banget ya?). Sebenernya saya kepikiran mau pake sandal jepit aja, tapi si ibu udah mencak2 aja denger usul saya. Dan saya urungkan niat mulia saya itu. Yang kedua yaitu make up, ok...saya emang cewe, tapi saya bukan penggemar make up. Saya lebih nyaman berdandan apa adanya aja, dan di hari besar saya itu semua macem-macem make up mulai dari bedak, lipstick, foundation, eye shadow, blush on, eye liner itu semua saya pake, ditemplok2 ke muka saya. Iya siiiih....saya jadi keliatan beda, beda di sini maksutnya tambah cantik ya, bukan jadi cantik. Tambah cantik itu awalnya udah cantik, tapi kalo jadi cantik itu berarti awalnya ga cantik. Ehhmmm....*keselek*
Dan pas nama saya dipanggil untuk pemindahan kuncir dari kanan kiri (saya lupa dari kanan ke kiri ato kiri ke kanan), ibu saya terharu katanya beliau sampe meneteskan air mata (untung aja ga sampe sesenggukan) dan bapak tersenyum lebar. Dan saya jalan sambil berdoa, semoga perjalanan saya dengan high heels untuk ketemu sama Pak Rektor lancar tanpa halangan suatu apapun.
Tapi wisuda ini bukan akhir dari perjuangan, ini adalah awal dari perjuangan. Saya tidak mau menjadi seseorang yang terlalu bangga dengan prestasi saat ini ato masa lalu sehingga melupakan masa depan. Saya ingin menjadi seseorang yang selalu memperbaiki diri. Menjadi seseorang yang berguna untuk orang lain, 'khoirunnas anfa'uhum linnas' kan? Sebaik-baik manusia adalah yang berguna untuk manusia yang lain. Dan nasihat dari orang tua saya adalah, 'ketika kamu kelak bisa jadi orang sukses, maka sukses yang sebenarnya adalah ketika kesuksesan kamu bisa bermanfaat untuk orang lain, bukan hanya bermanfaat untuk diri kamu sendiri'. Daleeeeeem banget kan nasihatnya? Dan semoga saya bisa menjadi 'khoirunnas'. Amiin....